“Definisi HAM dan Kasus Pelanggaran HAM”
HAK ASASI MANUSIA
A. Definisi konseptual tentang HAM
Menurut Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Hak itu merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Sifat HAM adalah universal, artinya berlaku untuk semua manusia tanpa membeda-bedakan suku, ras, agama, dan bangsa (etnis). HAM harus ditegakkan demi menjamin martabat manusia seutuhnya di seluruh dunia. Hal itu tercermin dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) atau “Universal Declaration of Human Rights”.
Ada berbagai versi definisi mengenai HAM. Setiap definisi menekankan pada segi-segi tertentu dari HAM. Berikut beberapa definisi tersebut :
a. HAM dan kebebasan-kebebasan fundamental adalah hak-hak individual yang berasal dari kebutuhan-kebutuhan serta kapasitas-kapasitas manusia.
(David Beetham dan Kevin Boyle)
b. HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
(Pasal 1 butir 1 UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Pasal 1 butir 1 UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM)
c. HAM adalah hak hukum yang dimiliki setiap orang sebagai manusia. Hak-hak tersebut bersifat universal dan dimiliki setiap orang, kaya maupun miskin, laki-laki ataupun perempuan. Hak-hak tersebut mungkin saja dilanggar, tetapi tidak pernah dapat dihapuskan. Hak asasi merupakan hak hukum, ini berarti bahwa hak-hak tersebut merupakan hukum. Hak asasi manusia dilindungi oleh konstitusi dan hukum nasional di banyak negara di dunia.
(C. de Rover)
d. HAM adalah ruang kebebasan individu yang dirumuskan secara jelas dalam konstitusi dan dijamin pelaksanaannya oleh pemerintah.
(Austin-Ranney)
e. HAM adalah hak yang dimiliki oleh semua umat manusia di segala masa dan di segala tempat karena keutamaan keberadaannya sebagai manusia.
(A.J.M. Milne)
f. HAM adalah hak-hak yang dimiliki manusia bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat. Jadi bukan karena hukum positif yang berlaku, melainkan berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Manusia memilikinya karena ia manusia.
(Franz Magnis Suseno).
B. Ciri Khusus Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia memiliki ciri-ciri khusus jika dibandingkan dengan hak-hak yang lain. Ciri khusus hak asasi manusia sebagai berikut :
a. Tidak dapat dicabut, artinya hak asasi manusia tidak dapat dihilangkan atau diserahkan.
b. Tidak dapat dibagi, artinya semua orang berhak mendapatkan semua hak, apakah hak sipil dan politik atau hak ekonomi, social, dan budaya.
c. Hakiki, artinya hak asasi manusia adalah hak asasi semua umat manusia yang sudah ada sejak lahir.
d. Universal, artinya hak asasi manusia berlaku untuk semua orang tanpa memandang status, suku bangsa, gender, atau perbedaan lainnya. Persamaan adalah salah satu dari ide-ide hak asasi manusia yang mendasar.
C. Macam-macam Hak Asasi Manusia (HAM)
Dalam Piagam PBB atau Universal Declaration of Human Rights (Pernyataan Sedunia tentang Hak Asasi Manusia) yang terdiri atas 30 pasal, termuat pengakuan dan jaminan atas hak asasi manusia. Pasal 1 deklarasi tersebut dengan tegas menyatakan bahwa sekalian orang dilahirkan merdeka, mempunyai martabat dan hak-hak yang sama.
Tiap orang dikaruniai akal dan budi, serta kehendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan.
Hak Asasi Manusia menurut Piagam PBB adalah hak berpikir dan mengeluarkan pendapat, hak untuk memperoleh nama baik, hak untuk kemerdekaan hidup, hak untuk memperoleh pekerjaan, hak mendapatkan pendidikan dan pengajaran, hak untuk mendapatkan perlindungan hukum, hak untuk hidup, hak menganut aliran kepercayaan atau agama tertentu, dan hak memiliki sesuatu.
Cakupan HAM amat luas, seluas kehidupan manusia. Kovenan Intemasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (The International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR) dan Kovenan Intemasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (The International Covenant on Economics, Social, and Cultural Rights/ICESCR) menyebutkan adanya dua macam HAM, yaitu :
a. Hak ekonomi, sosial, dan budaya, meliputi:
1) hak untuk membentuk serikat pekerja,
2) hak atas pendidikan,
3) hak atas pekerjaan,
4) hak atas pensiun, dan
5) hak atas hidup yang layak.
b. Hak sipil dan politik, meliputi:
1) hak mempunyai pendapat tanpa mengalami gangguan;
2) hak untuk hidup;
3) hak untuk berserikat;
4) hak atas kebebasan dan persamaan;
5) hak atas berpikir, mempunyai konsiensi, dan beragama;
6) hak atas kesamaan di muka badan badan peradilan;
7) hak kebebasan berkumpul secara damai.
Secara umum, hak asasi asasi manusia terdiri atas lima macam, yaitu :
a. Hak asasi untuk memperoleh perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (procedural rights)
b. Hak asasi politik (political rights)
c. Hak asasi pribadi (personal rights)
d. Hak asasi untuk memperoleh perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan (rights of legal equality)
e. Hak asasi ekonomi (proverty rights).
Dalam HAM, terkandung pula kewajiban-kewajiban dasar manusia sebagai berikut :
a. Setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain, moral, etika, dan tata tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
b. Setiap orang yang ada di wilayah negara RI wajib patuh pada peraturan perundang-undangan, hukum tidak tertulis, dan hukum internasional (mengenai hak asasi manusia yang telah diterima oleh negara RI).
c. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada batasan yang ditetapkan oleh undang-undang.
d. Setiap warga negara wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
e. Setiap hak asasi seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan tanggung jawab untuk menghormati hak asasi orang lain secara timbal balik.
D. Sejarah Perkembangan HAM
1. Sejarah perkembangan HAM di dunia
Sejarah hak asasi manusia berawal dari dunia Barat (Eropa). John Locke, seorang filsuf Inggris pada abad ke-17 merumuskan adanya hak alamiah (natural rights) yang melekat pada setiap diri manusia, yaitu hak atas hidup, hak kebebasan, dan hak milik.
Pada waktu itu, hak masih terbatas pada bidang sipil (pribadi) dan politik. Sejarah perkembangan hak asasi manusia ditandai adanya tiga peristiwa penting di dunia Barat, yaitu Magna Charta, Revolusi Amerika, dan Revolusi Prancis.
a. Piagam Magna Charta (1215)
Piagam perjanjian antara Raja John Lackland dari Inggris dengan para bangsawan disebut Magna Charta. Isinya adalah pemberian jaminan beberapa hak oleh raja kepada para bangsawan beserta keturunannya, seperti hak untuk tidak dipenjarakan tanpa adanya pemeriksaan pengadilan. Jaminan itu diberikan sebagai balasan atas bantuan biaya pemerintahan yang telah diberikan oleh para bangsawan. Sejak saat itu, jaminan hak tersebut berkembang dan menjadi bagian dari sistem konstitusional Inggris.
b. Revolusi Amerika (1276)
Perang kemerdekaan rakyat Amerika Serikat melawan penjajahan Inggris disebut Revolusi Amerika. Declaration of Independence (Deklarasi Kemerdekaan) dan Amerika Serikat menjadi negara merdeka tanggal 4 Juli 1776 merupakan hasil dari revolusi ini.
c. Revolusi Prancis (1789)
Revolusi Prancis adalah bentuk perlawanan rakyat Prancis kepada rajanya sendiri (Louis XVI) yang telah bertindak sewenang-wenang dan absolut. Declaration des droits de I’homme et du citoyen (Pernyataan Hak-Hak Asasi Manusia dan Warga Negara) dihasilkan oleh Revolusi Prancis. Pernyataan ini memuat tiga hal, yaitu hak atas kebebasan (liberty), kesamaan (egality), dan persaudaraan (fraternite).
Dalam perkembangannya, pemahaman mengenai HAM makin luas. Sejak permulaan abad ke-20, konsep hak asasi berkembang menjadi empat macam kebebasan (The Four Freedoms). Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Presiden Amerika Serikat, yaitu Franklin D. Roosevelt.
The Four Freedoms atau keempat macam kebebasan itu meliputi :
a. Kebebasan untuk beragama (freedom of religion),
b. Kebebasan untuk berbicara dan berpendapat (freedom of speech),
c. Kebebasan dari kemelaratan (freedom from want), dan
d. Kebebasan dari ketakutan (freedom from fear).
Adapun berdasarkan sejarah perkembangannya, ada tiga generasi hak asasi manusia, yaitu :
a. Generasi pertama adalah hak sipil dan politik yang bermula di dunia Barat (Eropa), contohnya, hak atas hidup, hak atas kebebasan dan keamanan, hak atas kesamaan di muka peradilan, hak kebebasan berpikir dan berpendapat, hak beragama, hak berkumpul, dan hak untuk berserikat.
b. Generasi kedua adalah hak ekonomi, sosial, dan budaya yang diperjuangkan oleh Negara-negara sosialis di Eropa Timur, misalnya, hak atas pekerjaan, hak atas penghasilan yang layak, hak membentuk serikat pekerja, hak atas pangan, kesehatan, hak atas perumahan, hak atas pendidikan, dan hak atas jaminan sosial.
c. Generasi ketiga adalah hak perdamaian dan pembangunan yang diperjuangkan oleh negara-negara berkembang (Asia-Afrika). Misalnya, hak bebas dari ancaman musuh, hak setiap bangsa untuk merdeka, hak sederajat dengan bangsa lain, dan hak mendapatkan kedamaian.
Hak asasi manusia kini sudah diakui seluruh dunia dan bersifat universal, meliputi berbagai bidang kehidupan manusia dan tidak lagi menjadi milik negara barat saja. Sekarang ini, hak asasi manusia telah menjadi isu kontemporer di dunia.
PBB pada tanggal 10 Desember 1948 telah mencanangkan “Declaration Universal of Human Rights” (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia).
Bunyi Pasal 1 deklarasi tersebut dengan tegas menyatakan bahwa :
“Sekalian orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan budi dan kehendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan”.
Deklarasi tersebut melambangkan komitmen moral dunia internasional pada hak asasi manusia. Deklarasi universal ini kemudian dijadikan pedoman dan standar minimum penegakan hak asasi manusia oleh negara-negara yang tergabung dalam berbagai organisasi dan kelompok regional yang diwujudkan dalam konstitusi atau undang-undang dasar setiap negara.
Hasil rumusan mengenai hak asasi manusia oleh negara-negara di dunia, antara lain dijabarkan dalam:
a. Declaration on The Rights of Peoples to Peace (Deklarasi Hak Bangsa atas Perdamaian) oleh negara-negara Dunia Ketiga pada tahun 1984;
b. Bangkok Declaration, diterima oleh negara-negara Asia pada tahun 1993;
c. Deklarasi universal dari negara-negara yang tergabung dalam PBB tahun 1993;
d. African Charter on Human and Peoples Rights (Banjul Charter) oleh negara-negara Afrika yang tergabung dalam Persatuan Afrika (OAU) pada tahun 1981;
e. Declaration on The Rights to Development (Deklarasi Hak atas Pembangunan) pada tahun 1986 oleh negara-negara Dunia Ketiga;
f. Cairo Declaration on Human Rights in Islam oleh negara-negara yang tergabung dalam OKI (Organisasi Konferensi Islam) tahun 1990.
2. Sejarah Perkembangan HAM di Indonesia
Sejarah perkembangan HAM di Indonesia sudah terjadi semenjak Indonesia masih belum merdeka. Pemikiran-pemikiran HAM di Indonesia bermula dari organisasi-organisasi masyarakat yang dibentuk pada saat zaman penjajahan, contohnya Boedi Oetomo. Pemikiran tentang ham yang ada dalam organisasi ini adalah HAM untuk berserikat dan mengemukakan pendapat. Selain Boedi Oetomo, masih banya organisasi masyarakan yang menjadi cikal bakal pemikiran HAM di Indonesia, diantaranya ada Perhimpunan Indonesia yang berpikiran tentang hak untuk menentukan nasib sendiri, Sarekat Islam tentang hak untuk memperoleh penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan diskriminasi rasial, Indische Partij tentang hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dan hak merdeka. Lalu berlanjut pada masa kemerdekaan Indonesia. Pada awal kemerdekaan, pemikiran tentang HAM masih tentang hak untuk berserikat dan menyampaikan pendapat. Pada tahun 1960-an, HAM di Indonesia mengalami kemunduran, karena pada saat itu terjadi pemasungan HAM rakyat, yaitu hak sipil dan hak politik. Pada tahun 1967, ada beberapa orang yang merekomendasikan gagasan tentang perlunya pengadilan HAM di Indonesia. Pada tahun 1970, HAM di Indonesia mengalami kemunduran lagi karena pada saat itu HAM tidak lagi dilindungi, dihormati, dan ditegakkan. Pada akhir masa orde baru tahun 1998, terjadi kasus pelanggaran HAM yang cukup besar di Indonesia, tepatnya pada saat kejatuhan presiden Soeharto, yaitu Tragedi Trisakti. Kini, HAM dilindungi oleh undang-undang, dihormati, dan ditegakkan dimanapun dan kapanpun, walaupun masih banyak kasus pelanggaran HAM di negeri ini.
Hak Asasi Manusia di Indonesia
Pencantuman, penghormatan, dan penjaminan HAM dalam Konstitusi Republik Indonesia (UUD RI Tahun 1945)
Di dalam Pembukaan ataupun Pasal-pasal UUD RI Tahun 1945, pengakuan dan penghormatan HAM dalam Konstitusi Republik Indonesia sebetulnya sudah ada, hanya saja berbeda-beda penekanannya.
Sebelum amendemen
Pengakuan hak asasi manusia di Indonesia yang tercantum dalam UUD RI Tahun 1945 sebagai berikut :
a) Pembukaan UUD RI Tahun 1945 Alinea I yang berbunyi: “… kemerdekaan adalah hak segala bangsa …”.
b) Pasal-pasal UUD RI Tahun 1945: Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mencakup hak-hak dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Pasal-pasal ini mencantumkan hak persamaan dalam hukum dan pemerintahan dan hak mendapat pekerjaan yang layak (Pasal 27 ayat (1) dan (2)); jaminan kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan (Pasal 28); jaminan untuk memeluk agama dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya (Pasal 29 ayat (2)); hak untuk membela negara (Pasal 32); hak berekonomi (Pasal 33 ayat (1) sampai dengan (3)); dan hak sosial bagi fakir miskin dan anak terlantar untuk dipelihara oleh negara (Pasal 34).
2) Setelah amendemen keempat tahun 2002
Rincian tentang macam hak asasi manusia dalam UUD 1945 menjadi lebih banyak dan lengkap. Di samping pasal-pasal terdahulu yang masih dipertahankan, dimunculkan pula bab baru yang berjudul Bab XA tentang Hak Asasi Manusia beserta pasal-pasal tambahannya (Pasal 28A sampai dengan 28J). Jadi, ada perubahan letak dan penambahan pasal ketentuan hak asasi manusia dalam UUD 1945 dari sebelum dan sesudah diamendemen.
Misalnya, Pasal 30 ayat (1) yang berbunyi: “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara” yang semula tercantum dalam Pasal 30 ayat (1) diletakkan dan ditambahkan pada Pasal 27 ayat (3) (semula Pasal 27 ini hanya ada 2 ayat). Sebaliknya, Pasal 30 ayat (1) diganti dengan ketentuan mengenai pertahanan dan keamanan negara dengan bunyi: “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pertahanan dan keamanan negara.”
Usaha-usaha penegakan HAM
1) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
Komnas HAM pertama kali dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 50 tahun 1993 tanggal 7 Juni 1993 atas rekomendasi Lokakarya I Hak Asasi Manusia yang diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri RI dengan sponsor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Berdasarkan UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, lembaga tersebut telah dikuatkan kedudukan dan fungsinya sebagai lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya dan berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia. Komisi Penyelidik Pelanggaran (KPP) HAM dapat dibentuk oleh Komnas HAM untuk kasus-kasus tertentu.
Keberadaan Komnas HAM diatur dalam Pasal 75 sampai dengan Pasal 99 UU No. 39 tahun 1999. Pembentukan Komnas HAM bertujuan untuk:
a) meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna mengembangkan pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan memampukannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan;
b) mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
Komnas HAM melaksanakan empat fungsi, yaitu pengkajian, penelitian, penyuluhan, dan mediasi tentang hak asasi manusia. Keempat fungsi tersebut selanjutnya dirinci menjadi 22 tugas dan kewenangan. Lebih lanjut tugas dan kewenangan tersebut dapat dibaca dalam UU No. 39 tahun 1999 Pasal 89.
Komnas HAM berkedudukan di ibukota negara RI. Anggota Komnas HAM terdiri atas tokoh-tokoh masyarakat yang profesional, berdedikasi dan berintegritas tinggi, menghayati cita-cita negara hukum dan negara kesejahteraan yang berintikan keadilan, menghormati hak asasi manusia dan kewajiban dasar manusia.
2) Pengadilan HAM
Pengadilan HAM dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 26 tahun 2000. Sebagai pengadilan khusus, pengadilan HAM berada di bawah lingkup peradilan umum dan berkedudukan di tingkat kabupaten/kota. Pengadilan HAM dibentuk khusus untuk mengadili pelanggaran HAM berat. Kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan merupakan contoh pelanggaran HAM berat (Pasal 7).
Genosida
Usaha sistematis untuk menghabisi suatu kaum atau suku bangsa oleh suku bangsa lain disebut genosida. Tindakan pelanggaran hak asasi manusia ini adalah yang paling mengerikan dan membahayakan bagi kehidupan suatu bangsa.
Contoh tindakan genosida terjadi pada Perang Dunia II ketika Adolf Hitler yang kala itu menjadi penguasa Jerman hendak menghilangkan hak hidup bangsa Yahudi. Ribuan orang Yahudi mati di kamp-kamp konsentrasi. Setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama disebut kejahatan genosida (Pasal 6).
Kejahatan Genosida dilakukan dengan cara :
(1) memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah adanya kelahiran di dalam kelompok,
(2) membunuh anggota kelompok,
(3) menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya,
(4) mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok, dan
(5) memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
b) Kejahatan kemanusiaan (crimes against humanity)
Perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik dan diketahui bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil disebut kejahatan kemanusiaan.
Sebagai contoh, kekejaman Tentara Serbia Bosnia terhadap penduduk sipil Bosnia di tahun 1990-an dalam perang Balkan dan kekejaman Polpot saat memerintah sebagai Presiden Kamboja (1975–1979). Serangan kejahatan kemanusiaan tersebut menimbulkan:
(1) perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik orang lain secara sewenang-wenang sehingga melanggar asas-asas ketentuan pokok hukum internasional;
(2) penyiksaan;
(3) pembunuhan;
(4) penghilangan orang secara paksa;
(5) pemusnahan;
(6) perbudakan;
(7) pengusiran alau pemindahan penduduk secara paksa;
(8) penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin, atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
(9) kejahatan apartheid, yaitu sistem politik yang diskriminatif terhadap manusia atas dasar pembedaan ras, agama, dan suku bangsa;
(10) perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa, atau bentukbentuk kekerasan seksual lain yang setara.
Bentuk-bentuk penegakan HAM tersebut juga meliputi lembaga-lembaga:
1) Pengadilan ad hoc HAM, yaitu pengadilan khusus untuk kasus-kasus HAM yang terjadi sebelum diberlakukannya Undang-Undang No. 26 tahun 2000.2) Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, yaitu lembaga yang bertugas mencari kejelasan kasus HAM di luar pengadilan.
Pendekatan dalam upaya penegakan HAM
Pada umumnya, upaya penegakan HAM dilakukan dengan dua pendekatan sekaligus, yaitu pencegahan dan penindakan.
Upaya untuk menciptakan kondisi yang semakin kondusif bagi penghormatan HAM disebut dengan pencegahan, dilakukan melalui berbagai cara persuasif. Adapun upaya untuk menangani kasus pelanggaran HAM berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku disebut penindakan
Penegakan melalui pencegahan Penegakan HAM melalui pencegahan, antara lain dilakukan dalam bentuk upaya-upaya berikut :
a) Penciptaan perundang-undangan dan pembentukan lembaga peradilan HAM.
b) Penciptaan lembaga-lembaga pemantau dan pengawas pelaksanaan HAM.
Lembaga ini bisa merupakan lembaga negara yang bersifat independen (misalnya, Komnas HAM) maupun lembaga-lembaga yang dibentuk atas inisiatif masyarakat (berbagai organisasi non-pemerintah/LSM yang bergerak dalam bidang pemantauan HAM).
c) Pelaksanaan pendidikan HAM kepada masyarakat melalui pendidikan dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dalam hal ini, media massa cetak maupun elektronik serta organisasi nonpemerintah/LSM yang bergerak dalam penyadaran masyarakat memiliki peran yang amat besar.
d) Penciptaan perundang-undangan HAM yang semakin lengkap, termasuk di dalamnya ratifikasi berbagai instrumen HAM internasional.
2) Pendekatan melalui penindakan
Penegakan HAM melalui penindakan dilakukan dalam bentuk upaya-upaya berikut :
a) Penyelesaian perkara melalui perdamaian, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahli. Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan proses ini.
b) Pelayanan, konsultasi, pendampingan, dan advokasi bagi masyarakat yang menghadapi kasus HAM. Dalam hal ini, lembaga-lembaga bantuan hukum serta organisasi nonpemerintah yang bergerak di bidang advokasi masyarakat memainkan peran penting.
c) Investigasi, yaitu pencarian data, informasi, dan fakta yang berkaitan dengan peristiwa dalam masyarakat yang patut diduga merupakan pelanggaran HAM. Investigasi ini merupakan tugas Komnas HAM. Namun, pada umumnya LSM HAM maupun media massa juga melakukannya secara independen.
d) Penyelesaian perkara pelanggaran HAM berat melalui proses peradilan di pengadilan HAM.
e) Penerimaan pengaduan dari korban pelanggaran HAM. Dalam hal ini Komnas HAM, lembaga-lembaga bantuan hukum, dan LSM HAM memiliki peran penting.
Kasus Pelanggaran HAM
Kasus Marsinah
Marsinah (10 April 1969 – Mei 1993) adalah seorang aktivis dan buruh pabrik PT. Catur Putra Surya (CPS) Porong, Sidoarjo, Jawa Timur yang diculik dan kemudian ditemukan terbunuh pada 8 Mei 1993 setelah menghilang selama tiga hari. Mayatnya ditemukan di hutan di Dusun Jegong Kecamatan Wilangan Nganjuk, dengan tanda-tanda bekas penyiksaan berat.
Dua orang yang terlibat dalam otopsi pertama dan kedua jenazah Marsinah, Haryono (pegawai kamar jenazah RSUD Nganjuk) dan Prof. Dr. Haroen Atmodirono (Kepala Bagian Forensik RSUD Dr. Soetomo Surabaya), menyimpulkan, Marsinah tewas akibat penganiayaan berat.
Marsinah memperoleh Penghargaan Yap Thiam Hien pada tahun yang sama.
Kasus ini menjadi catatan ILO (Organisasi Buruh Internasional), dikenal sebagai kasus 1713.
Awal tahun 1993, Gubernur KDH TK I Jawa Timur mengeluarkan surat edaran No. 50/Th. 1992 yang berisi himbauan kepada pengusaha agar menaikkan kesejahteraan karyawannya dengan memberikan kenaikan gaji sebesar 20% gaji pokok. Himbauan tersebut tentunya disambut dengan senang hati oleh karyawan, namun di sisi pengusaha berarti tambahannya beban pengeluaran perusahaan. Pada pertengahan April 1993, Karyawan PT. Catur Putera Surya (PT. CPS) Porong membahas Surat Edaran tersebut dengan resah. Akhirnya, karyawan PT. CPS memutuskan untuk unjuk rasa tanggal 3 dan 4 Mei 1993 menuntut kenaikan upah dari Rp 1700 menjadi Rp 2250.
Marsinah adalah salah seorang karyawati PT. Catur Putera Perkasa yang aktif dalam aksi unjuk rasa buruh. Keterlibatan Marsinah dalam aksi unjuk rasa tersebut antara lain terlibat dalam rapat yang membahas rencana unjuk rasa pada tanggal 2 Mei 1993 di Tanggul Angin Sidoarjo.
3 Mei 1993, para buruh mencegah teman-temannya bekerja. Komando Rayon Militer (Koramil) setempat turun tangan mencegah aksi buruh.
4 Mei 1993, para buruh mogok total mereka mengajukan 12 tuntutan, termasuk perusahaan harus menaikkan upah pokok dari Rp 1.700 per hari menjadi Rp 2.250. Tunjangan tetap Rp 550 per hari mereka perjuangkan dan bisa diterima, termasuk oleh buruh yang absen.
Sampai dengan tanggal 5 Mei 1993, Marsinah masih aktif bersama rekan-rekannya dalam kegiatan unjuk rasa dan perundingan-perundingan. Marsinah menjadi salah seorang dari 15 orang perwakilan karyawan yang melakukan perundingan dengan pihak perusahaan.
Siang hari tanggal 5 Mei, tanpa Marsinah, 13 buruh yang dianggap menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo. Di tempat itu mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS. Mereka dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan masuk kerja. Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Setelah itu, sekitar pukul 10 malam, Marsinah lenyap.
Mulai tanggal 6,7,8, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh rekan-rekannya sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 8 Mei 1993.
Tanggal 30 September 1993 telah dibentuk Tim Terpadu Bakorstanasda Jatim untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus pembunuhan Marsinah. Sebagai penanggung jawab Tim Terpadu adalah Kapolda Jatim dengan Dan Satgas Kadit Reserse Polda Jatim dan beranggotakan penyidik/penyelidik Polda Jatim serta Den Intel Brawijaya.
Delapan petinggi PT CPS ditangkap secara diam-diam dan tanpa prosedur resmi, termasuk Mutiari selaku Kepala Personalia PT CPS dan satu-satunya perempuan yang ditangkap, mengalami siksaan fisik maupun mental selama diinterogasi di sebuah tempat yang kemudian diketahui sebagai Kodam V Brawijaya. Setiap orang yang diinterogasi dipaksa mengaku telah membuat skenario dan menggelar rapat untuk membunuh Marsinah. Pemilik PT CPS, Yudi Susanto, juga termasuk salah satu yang ditangkap.
Baru 18 hari kemudian, akhirnya diketahui mereka sudah mendekam di tahanan Polda Jatim dengan tuduhan terlibat pembunuhan Marsinah. Pengacara Yudi Susanto, Trimoelja D. Soerjadi, mengungkap adanya rekayasa oknum aparat kodim untuk mencari kambing hitam pembunuh Marsinah.
Secara resmi, Tim Terpadu telah menangkap dan memeriksa 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan terhadap Marsinah. Salah seorang dari 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan tersebut adalah Anggota TNI.
Hasil penyidikan polisi ketika menyebutkan, Suprapto (pekerja di bagian kontrol CPS) menjemput Marsinah dengan motornya di dekat rumah kos Marsinah. Dia dibawa ke pabrik, lalu dibawa lagi dengan Suzuki Carry putih ke rumah Yudi Susanto di Jalan Puspita, Surabaya. Setelah tiga hari Marsinah disekap, Suwono (satpam CPS) mengeksekusinya.
Di pengadilan, Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara, sedangkan sejumlah stafnya yang lain itu dihukum berkisar empat hingga 12 tahun, namun mereka naik banding ke Pengadilan Tinggi dan Yudi Susanto dinyatakan bebas. Dalam proses selanjutnya pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung Republik Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan (bebas murni). Putusan Mahkamah Agung RI tersebut, setidaknya telah menimbulkan ketidakpuasan sejumlah pihak sehingga muncul tuduhan bahwa penyelidikan kasus ini adalah “direkayasa”.
Daftar Pustaka
http://www.geschool.net/dandy/blog/sejarah-ham-di-dunia-dan-di-indonesia
http://arifkrahman.guru-indonesia.net/artikel_detail-32839.html
Komentar Terbaru